Ayat diatas dengan jelas memperlihatkan bahwa provokator
kebatilan dengan tujuan menyelewengkan manusia dari jalan-Nya itu memang ADA.
Mereka memprovokasi manusia dengan ucapan manis tapi beracun dan menyesatkan
melalui pemikiran berkedok ilmu pengetahuan. Fenomena tersebut dapat dijelaskan
dengan ilustrasi berikut.
Seorang guru sedang duduk menghadap murid-muridnya. Di tangan
kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus.
Guru itu berkata, "Saya ada satu permainan. Ditangan kiri saya ada kapur,
di tangan kanan ada penghapus. Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah
"Penghapus!", jika saya angkat penghapus, maka katakanlah
"Kapur!". Maka dimulailah permainan tersebut. Pada awalnya para murid
kerepotan, namun lambat laun mereka menjadi terbiasa.
Sang guru tersenyum puas seraya berkata. "Anak anak,
begitulah kita umat Islam. Mulanya yang haq itu haq, yang bathil itu bathil.
Kita begitu jelas membedakannya. Kemudian, musuh musuh Islam datang kepada kita
dengan berbagai cara memaksakan kehendaknya sampai sanggup membalikkan yang haq
menjadi bathil, dan yang batil menjadi haq.
Awalnya mungkin kita sulit untuk menerimanya, tapi karena
terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya kita
menjadi terbiasa pada fakta yang sudah diputarbalik tersebut. Kalianpun lalu
mengikuti kebiasaan tersebut sedikit demi sedikit, sehasta demi sehasta,
selangkah demi selangkah hingga akhirnya kalian menjadi penentang islam itu
sendiri.
Sang guru berkata "Hari ini, pacaran tidak
lagi sesuatu yang tabu,, Zina tidak lagi dianggap haram, pakaian
seksi menjadi hal yang lumrah, tanpa rasa malu, sex sebelum nikah
menjadi suatu kebiasaan dan trend, hiburan yang asyik dan panjang,
materialistis menjadi gaya hidup alternatif. Kawin sesama jenis sudah mendapat
legalitas hukum dibeberapa negara. Ajaib, Semua nilai kini sudah terbalik
Ada ilustrasi lain yang tak kalah menarik. Ada seorang ustadz
berkata kepada para santrinya. "Saya punya Al Qur'an. Saya letakkan
ditengah karpet. Kalian berdiri diluar karpet. Nah ambilah Al Quran ini tanpa
menginjak karpetnya!"
Para santripun berpikir keras. Ada yang punya alternatif
menggunakan tongkat, sapu dan sebagainya. Akhirnya sang ustadz memberikan
solusi. Ia gulung karpetnya dan diambillah AlQuran itu. Ia menemui syarat tidak
menginjak karpetnya.
Lalu sang ustadz pun berkata, "Begitulah cara musuh
musuh islam menghadapi kalian. Mereka tidak akan menginjak-injak kalian dengan
terang-terangan. Karena tentu kalian akan melawannya.
Seorang preman muslimpun akan berontak kalau Islam dihina
didepannya. Mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga
kalian tidak menyadarinya.
Mereka tidak akan berani menghantam kalian dengan bedil
tetapi mereka secara perlahan mencopot Al Quran dari jiwa kalian. Mulai
perangai kalian, cara hidup kalian, model pakaian kalian dan lain sebagainya.
Sehingga meskipun kalian mengaku muslim tapi sesungguhnya kalian telah
kehilangan identitas keislaman kalian, bahkan menjadi penentang Islam Sejati
Inilah kenyataan pahit itu, Bagaimana bisa seorang "kyai
besar" dan "tokoh cendekiawan muslim" pemimpin
ormas besar dengan lantangnya menolak penggunaan identitas keislaman sebagai
pembeda dengan orang kafir tersebut yang secara tidak langsung menolak perintah
Allah bahkan berjanji akan menentangnya sampai titik darah penghabisan??
0 komentar:
Posting Komentar
Setelah melihat - lihat, Alangkah baiknya memberikan komentar mengenai Blog ini.
Kritik dan Saran teman-teman semua, Saya anggap sebagai masukan buat saya... terima kasih telah berkunjung